Sunday, January 10, 2010

youtube

ini video bagus dari youtube

Monday, January 12, 2009

Gagal?

Banyak sekali anggota MLM yang gagal. Bagaimana saya mau ikut kalau toh hasilnya juga gagal seperti mereka? Ini pernah juga terpikir oleh saya. Lalu saya temukan tulisan Johanes Lim yang menulis demikian:
Sebagaimana layaknya bisnis, selalu ada untung atau rugi, sukses atau gagal, menjadi besar atau bangkrut. Semua itu adalah hal yang wajar, dan merupakan risiko menjadi pebisnis yang tidak perlu diherankan.
Ada hasil riset yang berlaku universal, bahwa 65% bisnis (apalagi skala kecil) akan bangkrut pada 1 – 2 tahun pertama; 25% bangkrut dalam kurun 5 tahun; dan hanya 10% saja yang bisa melewati 5 tahun pertamanya. Hal yang sama juga berlaku bagi para pebisnis (distributor) MLM, dan tidak perlu diherankan. Sebaliknya, seperti bisnis umumnya, bukankah ada juga cukup banyak distributor MLM yang sukses, kaya dan berbahagia?!
Respon manusia yang normal dan berbakat sukses bukan lantas menjadi takut dan tidak berbisnis, bukan? Tugas kita agar bisa sukses dalam bisnis ini adalah mempelajari mengapa banyak orang gagal, dan bagaimana sebagian kecil orang bisa sukses. Dan kita harus menjadi sebagian kecil orang yang sukses itu!
Dalam bisnis MLM, orang yang gagal adalah mereka yang ingin mendapat banyak uang dari bisnis ini namun TIDAK MAU BEKERJA SESUAI DENGAN YANG DITUNTUT OLEH SISTEM. Mereka memperlaku-kan bisnis MLM seperti Lampu Aladin yang jika digosok akan mendatangkan kekayaan tanpa perlu susah payah merekrut dan membina downlines, maupun membeli atau menjual produk. Mereka gagal karena kesalahan dan kemalasan sendiri. Ketika ada temannya yang bicara bagus tentang MLM, mereka langsung mengkritik, “Jangan ngomong tentang MLM! Saya SUDAH BERPENGALAMAN dengan bisnis omong kosong ini! Saya sudah bergabung dengan banyak perusahaan MLM dan hasilnya nol besar. Saya anti-MLM.”
Coba bayangkan, betapa konyolnya orang yang menjadi distributor MLM dan mengharapkan sukses, tapi tidak mau bekerja keras membangun jaringan, tidak membeli produk untuk konsumsi pribadi atau dijual kembali, tidak mau diajar upline (sponsor atau leader-nya) dan mengajar downline-nya. Ada yang bahkan tidak pernah membaca Starter Kits (panduan menjalankan bisnis yang diberikan oleh perusahaan pada waktu menjadi distributor), dan tidak pernah sekali pun datang ke kantor atau ke pertemuannya, tapi menganggap diri sudah berpengalaman.
Kalau dalam bisnis konvensional yang bahkan hanya bisa memberi active income pun orang dituntut untuk bekerja keras demi kesuksesannya, kenapa dalam bisnis MLM yang mampu memberi passive income secara sadar atau tidak orang lebih mengharapkan mukjizat Lampu Aladin ketimbang kerja keras?
Dalam dunia bisnis pada umumnya, untuk mendapatkan ‘sesuap nasi’, karyawan akan menyetel jam wekernya pukul 4 subuh, segera mempersiapkan diri untuk berangkat ke kantor yang berjarak jauh dari rumahnya. Banyak yang harus menunggu kendaraan umum di tepi jalan, di tengah gerimis, berdiri berdesak-desakan di dalam bus; sampai di kantor, bekerja, dan kembali ke rumah setelah matahari lama terbenam.
Mengapa mereka mau melakukan semua hal yang melelahkan itu?
Agar mereka tidak dipecat! Dan agar mereka tetap mendapatkan gaji!
Di bisnis konvensional, bila orang bosan jadi karyawan dan ingin jadi pengusaha, tentu akan menginvestasikan uangnya (yang bisa saja merupakan tabungan hari tuanya); berpikir dan bekerja siang dan malam untuk memajukan bisnisnya; bekerja keras menjadi pencari order, pembeli barang, pengirim barang, penagih, administrator, dan seterusnya. Mereka akan bekerja dan berjuang jungkir balik; kepala jadi kaki, kaki jadi kepala. Jika kekurangan modal kerja, mereka akan menggadaikan aset milik keluarga, bahkan cincin kawinnya, agar bisnisnya bertahan hidup, dan mudah-mudahan bisa sukses di hari depan.
Apakah distributor MLM yang konon berpengalaman tapi gagal itu sudah bekerja dengan semangat dan etos kerja seperti yang dituntut untuk sukses di bisnis konvensional seperti itu? Hampir dapat dipastikan, jawabannya ‘TIDAK !’ Jadi, kegagalan distributor MLM biasanya karena faktor malas, dan salah strategi!

Menjual Mimpi

Banyak sekali orang tidak mau 'bersinggungan' dengan bisnis MLM dengan berbagai alasan, salah satunya adalah karena MLM hanya menjual mimpi. Banyak orang 'ditipu' dengan mimpi-mimpi yang biasanya dihiasi dengan kekayaan yang melimpah.
Ketika hal ini saya tanyakan kepada yang lebih mengerti mengenai dunia bisnis, kira-kira beginilah jawabannya:
Semua bisnis MEMANG harus MENJUAL MIMPI. Coba perhatikan semua iklan dan promosi penjualan yang ditujukan kepada konsumen. Bukankah semua menjual mimpi atau harapan? Perusahaan kosmetik menjual mimpi agar perempuan menjadi tampak lebih cantik, lebih menarik, dan agar lebih dicintai pria. Bank juga menjual mimpi, agar nasabahnya bisa mendapatkan bunga dan hadiah yang membuatnya lebih makmur.
Jadi, apa salahnya jika perusahaan MLM menjual mimpi kepada siapa saja agar bisa mendapatkan KEBEBASAN FINANSIAL, PERASAAN BERHARGA, SERTA KEPEMIMPINAN SOSIAL?

Friday, December 26, 2008

Introduction

Jangan pernah ragu untuk melakukan investasi, apalagi jika modal yang dibutuhkan hanya kecil. Terus tekuni dan kamu pasti akan mendapatkan hasilnya. Ini kata tetangga saya yang Tionghoa pemilik toko elektronik.
Apabila kamu telah menetapkan pilihan, teguhlah pada pilihan itu. Lakukan usaha pencapaian tujuan secara sungguh-sungguh, maka kamu pasti akan mendapatkan apa yang kamu inginkan. Ini yang pernah saya dengar dari guru yang pernah mengajar saya waktu di sekolah dulu.
Dari sini kemudian saya coba bangun suatu usaha untuk tujuan mencari nafkah melalui bisnis MLM di bidang kesehatan: K-Link.