Monday, January 12, 2009

Gagal?

Banyak sekali anggota MLM yang gagal. Bagaimana saya mau ikut kalau toh hasilnya juga gagal seperti mereka? Ini pernah juga terpikir oleh saya. Lalu saya temukan tulisan Johanes Lim yang menulis demikian:
Sebagaimana layaknya bisnis, selalu ada untung atau rugi, sukses atau gagal, menjadi besar atau bangkrut. Semua itu adalah hal yang wajar, dan merupakan risiko menjadi pebisnis yang tidak perlu diherankan.
Ada hasil riset yang berlaku universal, bahwa 65% bisnis (apalagi skala kecil) akan bangkrut pada 1 – 2 tahun pertama; 25% bangkrut dalam kurun 5 tahun; dan hanya 10% saja yang bisa melewati 5 tahun pertamanya. Hal yang sama juga berlaku bagi para pebisnis (distributor) MLM, dan tidak perlu diherankan. Sebaliknya, seperti bisnis umumnya, bukankah ada juga cukup banyak distributor MLM yang sukses, kaya dan berbahagia?!
Respon manusia yang normal dan berbakat sukses bukan lantas menjadi takut dan tidak berbisnis, bukan? Tugas kita agar bisa sukses dalam bisnis ini adalah mempelajari mengapa banyak orang gagal, dan bagaimana sebagian kecil orang bisa sukses. Dan kita harus menjadi sebagian kecil orang yang sukses itu!
Dalam bisnis MLM, orang yang gagal adalah mereka yang ingin mendapat banyak uang dari bisnis ini namun TIDAK MAU BEKERJA SESUAI DENGAN YANG DITUNTUT OLEH SISTEM. Mereka memperlaku-kan bisnis MLM seperti Lampu Aladin yang jika digosok akan mendatangkan kekayaan tanpa perlu susah payah merekrut dan membina downlines, maupun membeli atau menjual produk. Mereka gagal karena kesalahan dan kemalasan sendiri. Ketika ada temannya yang bicara bagus tentang MLM, mereka langsung mengkritik, “Jangan ngomong tentang MLM! Saya SUDAH BERPENGALAMAN dengan bisnis omong kosong ini! Saya sudah bergabung dengan banyak perusahaan MLM dan hasilnya nol besar. Saya anti-MLM.”
Coba bayangkan, betapa konyolnya orang yang menjadi distributor MLM dan mengharapkan sukses, tapi tidak mau bekerja keras membangun jaringan, tidak membeli produk untuk konsumsi pribadi atau dijual kembali, tidak mau diajar upline (sponsor atau leader-nya) dan mengajar downline-nya. Ada yang bahkan tidak pernah membaca Starter Kits (panduan menjalankan bisnis yang diberikan oleh perusahaan pada waktu menjadi distributor), dan tidak pernah sekali pun datang ke kantor atau ke pertemuannya, tapi menganggap diri sudah berpengalaman.
Kalau dalam bisnis konvensional yang bahkan hanya bisa memberi active income pun orang dituntut untuk bekerja keras demi kesuksesannya, kenapa dalam bisnis MLM yang mampu memberi passive income secara sadar atau tidak orang lebih mengharapkan mukjizat Lampu Aladin ketimbang kerja keras?
Dalam dunia bisnis pada umumnya, untuk mendapatkan ‘sesuap nasi’, karyawan akan menyetel jam wekernya pukul 4 subuh, segera mempersiapkan diri untuk berangkat ke kantor yang berjarak jauh dari rumahnya. Banyak yang harus menunggu kendaraan umum di tepi jalan, di tengah gerimis, berdiri berdesak-desakan di dalam bus; sampai di kantor, bekerja, dan kembali ke rumah setelah matahari lama terbenam.
Mengapa mereka mau melakukan semua hal yang melelahkan itu?
Agar mereka tidak dipecat! Dan agar mereka tetap mendapatkan gaji!
Di bisnis konvensional, bila orang bosan jadi karyawan dan ingin jadi pengusaha, tentu akan menginvestasikan uangnya (yang bisa saja merupakan tabungan hari tuanya); berpikir dan bekerja siang dan malam untuk memajukan bisnisnya; bekerja keras menjadi pencari order, pembeli barang, pengirim barang, penagih, administrator, dan seterusnya. Mereka akan bekerja dan berjuang jungkir balik; kepala jadi kaki, kaki jadi kepala. Jika kekurangan modal kerja, mereka akan menggadaikan aset milik keluarga, bahkan cincin kawinnya, agar bisnisnya bertahan hidup, dan mudah-mudahan bisa sukses di hari depan.
Apakah distributor MLM yang konon berpengalaman tapi gagal itu sudah bekerja dengan semangat dan etos kerja seperti yang dituntut untuk sukses di bisnis konvensional seperti itu? Hampir dapat dipastikan, jawabannya ‘TIDAK !’ Jadi, kegagalan distributor MLM biasanya karena faktor malas, dan salah strategi!

1 comment:

  1. Sama aja ... sy juga pernah ikut K-link, omong besar doang tuh..

    ReplyDelete